Jika ditanyakan bagaimana Michelle Setio mendeskripsikan hari pernikahannya, ia akan menjawab, " Very unexpected, blees, and timeless. Semuanya works well together." Bagi Michelle Setio dan Ferry Wirawan yang menikah pada 5 November lalu, keinginan mereka untuk menampilkan default around lace adalah bercerita tentang perayaan ikatan cinta yang penuh dengan detail tapi terasa klasik dan romantis. Inspirasi ini didapat Michelle karena ia begitu jatuh cinta dengan Perancis.
Ia pun memulai perencanaan pernikahan dengan mencari gaun pernikahan impian di Paris pada Januari 2020. "Saat itu, konsep yang saya punya hanyalah gaun yang klasik seperti Grace Kelly atau Kate Middleton," ceritanya antusias kepada Bridestory. Mengapa klasik? Karena bagi Michelle, kekuatan gaun pernikahan yang klasik tak lekang oleh waktu. "Meski 5 tahun, 10 tahun, atau bahkan saat nanti cucuku melihatnya, gaunnya masih stand out dan autentik."
Dan semua impian itu diartikulasikan dengan sempurna ketika Michelle melihat desain Spring of Love karya Maison Valentino. "Aku langsung jatuh cinta dengan lace saat itu. Lace-nya benar-benar klasik Perancis. Dan yang paling aku suka dari gaun ini adalah attention to detail, mulai dari pleats di bagian depan yang kemudian ditaburi dengan polkadot-polkadot kecil. Kalau dilihat sekilas, dress-nya simpel tapi kalau diperhatikan lebih jelas lagi ada banyak detail di sana. Aku suka sekali dengan detail."
Gaun Spring of Love ini pun dibuat sesuai dengan kondisi Indonesia, materialnya full of tulle. Jadi tidak terasa berat sama sekali. Meski dilengkapi dengan veil sampai tiga meter, Michelle mengaku tetap nyaman mengenakannya. "Karena full of tulle jadi benar-benar easy to move around."
Melihat terpesonanya Michelle pada nuansa Perancis dan lace yang penuh detail, maka Alex dari LXE Moments pun secara konsisten memasukkan unsur lace pada setiap elemen; Mulai dari undangan, placement cards, vow books, holy matrimony books, bahkan hingga dekorasi. "Aku dan suami beruntung sekali bisa menemukan wedding stylist yang bisa membaca karakter kami berdua dan tahu konsep yang cocok seperti apa," cerita Michelle seraya menyebutkan ia dan Ferry sangat menginginkan perhelatan pernikahan yang delicate, humble, pure namun berani bermain dengan detail-detail yang rumit.
Luar biasanya lagi detail lace yang intricate itu pun berhasil dieksekusi Stupa Caspea dengan teknik laser cut pada dimensi yang lebih solid. Seluruh dekorasi panggung serta ruangan menciptakan nuansa romantisme cinta nan klasik tapi tetap terasa mewah dengan taburan bunga baby breath dan white orchid. "Baby breath memiliki simbol everlasting love dan innocent. Sedangkan White Orchid menampilkan nuansa elegan dan pure."
Ekspresi Cinta untuk Orang Tersayang
Situasi pandemi Covid-19 membuat proses fitting dan mendatangkan gaun pernikahan impian ke Jakarta menjadi tantangan tersendiri. Michelle bercerita fitting pertama dan kedua, cukup lancar dilakukan di Italia karena ketika itu ia tengah belajar di Paris. Namun begitu pandemi menjadi begitu mencekam, ia pun memutuskan pulang ke Indonesia tanpa bisa membawa baju impiannya itu. "Tapi Tuhan sudah atur semuanya dengan begitu sempurna. Akhir Juli 2021, aku ada kerjaan di Spanyol dan menyempatkan diri untuk final fitting. Balik ke Indonesia harus karantina delapan hari, benar-benar perjuangan seorang bride."
Setelah mendapatkan gaun impiannya di tangan dan mengenakannya di hari bahagia, Michelle merasa begitu bahagia. " Can not describe by words," ucapnya dengan nada berbinar-binar. Ia dan suami pun semakin takjub ketika memasuki ballroom, semua yang diimpikan terwujud dengan sempurna. "Semua perjuangan untuk mewujudkan pernikahan impian ini benar-benar worth it. Kami benar-benar lucky bisa bekerja sama dengan orang-orang talented di bidangnya. Sampai detail lace bisa jadi relief yang diimplementasikan menjadi dekor," ucap Michelle seraya menyebutkan cerita hari pernikahan impian ini mirip dengan perjuangan cinta mereka berdua. Keduanya sering kali terpisah jarak tapi ketika sudah tiba waktunya maka setiap perjuangan itu pada akhirnya mengantarkan pada kebahagiaan yang diimpikan.
Meski di hari pernikahan itu, ayahanda dari Michelle tidak dapat mendampingi. "Saat wedding ini direncanakan, Papa masih ada. Dan wedding day ini juga impian Papa, karena sebagai anak perempuan satu-satunya, dia ingin mempersiapkan yang terbaik. Sayang sekali pada saat harinya tiba, Papa tidak ada."
Tapi Michelle tidak kehabisan cara untuk mengekspresikan cintanya kepada mendiang ayahanda. Ia secara spesifik memberikan personal touch melalui foto ayahanda yang tersenyum bahagia yang kemudian disematkan pada bridal bouquet Lily of the valley. "Ini jadi meaningful sekali, ketika memasuki ruangan, aku merasa sedang memegang tangan Papa. Aku merasa dia ada di samping aku," pungkasnya bahagia. Karena pada akhirnya, cerita cinta klasik nan romantis adalah tentang perjuangan cinta yang mendatangkan kebahagiaan untuk siapa saja yang menyaksikan.
