Blog / Wedding Ideas / Kenali Prosesi Pernikahan Adat Aceh dan Ciri Khas Busana yang Dikenakan

Kenali Prosesi Pernikahan Adat Aceh dan Ciri Khas Busana yang Dikenakan

Color:
Add To Board
kenali-prosesi-pernikahan-adat-aceh-dan-ciri-khas-busana-yang-dikenakan-1

Pernikahan adat Aceh memiliki sejumlah keunikan dan tradisi khas yang membedakannya dari pernikahan adat di daerah lain. Pada dasarnya, suku daerah Aceh sangat bersinggungan dengan percampuran kultur Arab, China, Eropa, dan Hindia, lantaran dulu kerap menjadi tempat persinggahan bagi para pedagang dari negara-negara tersebut. Itulah sebabnya pernikahan dalam tradisi Aceh begitu sarat akan perpaduan elemen budaya. Upacara pernikahan yang digelar oleh masyarakat Aceh mengandung banyak sekali nilai untuk dilestarikan, mulai dari nilai tradisi, sosial, hingga religi dengan pengaruh ajaran agama Islam yang sangat kuat. Simak bagaimana tahapan dalam prosesi pernikahan adat Aceh berikut ini.

Ba Ranup (Melamar)

Ba Ranup merupakan tahap awal prosesi pernikahan adat Aceh di mana keluarga calon mempelai pria akan bertandang ke rumah calon mempelai wanita dengan maksud untuk melamar. Namun sebelum itu, keluarga pria terlebih dahulu menunjuk seulangke atau orang yang memiliki keahlian khusus dalam menjadi juru bicara keluarga dan dinilai cukup bijak untuk dapat mengurus perjodohan antara kedua calon mempelai. Saulangke akan bertugas untuk mencari tahu bagaimana latar belakang sang gadis. Bila memang terbukti belum memiliki status, maka ia akan langsung menyampaikan maksud lamaran dari keluarga pria.

Beberapa hari kemudian, pihak pria dan keluarga besarnya akan datang ke kediaman calon mempelai wanita untuk melamar sambil membawa daun sirih sebagai simbol penguat ikatan. Pihak wanita biasanya akan diberi sedikit waktu untuk memberi jawaban mengenai diterima atau tidaknya lamaran tersebut, sementara keluarga pria pulang kembali ke rumah. Mereka hanya akan bertemu kembali apabila kabar mengenai diterimanya lamaran itu berhasil sampai ke telinga keluarga pria.

Jak ba Tanda (Pertunangan)

Lamaran yang telah diterima kemudian akan masuk ke dalam tahap pertunangan resmi atau dalam bahasa Aceh disebut dengan Jak ba Tanda. Keluarga pihak pria nantinya datang kembali untuk melakukan peukong haba, yaitu pembicaraan mengenai penentuan tanggal pelaksanaan pernikahan, berapa banyak jumlah tamu undangan, hingga penetapan jumlah mahar (atau jeulamee) yang diminta oleh keluarga wanita.

Kemudian, barulah rangkaian acara pertunangan dilangsungkan secara resmi. Keluarga pria bertandang ke rumah sambil membawa makan-makanan khas daerah Aceh, seperti buleukat kuneeng (ketan kuning) dengan tumphou, buah-buahan, seperangkat pakaian wanita, serta perhiasan sebagai simbol pengikat. Nah, bagaimana bila ikatan pertunangan ini tiba-tiba saja putus di tengah jalan?

Ada aturan tak tertulis yang perlu dipatuhi oleh calon mempelai berdarah Aceh. Jika penyebab putusnya hubungan mereka adalah karena sang laki-laki, maka perhiasan yang telah diberikan dianggap 'hangus' (calon mempelai pria tidak boleh memintanya kembali), tetapi jika penyebabnya karena pihak wanita, maka perhiasan tersebut harus dikembalikan senilai dua kali lipat.

Upacara Meugaca (Inai)

Mendekati hari pernikahan, yaitu selama tiga hari tiga malam, kedua calon pengantin akan mengadakan upacara meugaca atau memakai inai. Maksud dari tahapan ini adalah untuk menghaturkan doa sekaligus mendengar segala nasihat dari orang tua dengan disaksikan oleh sesepuh adat. Dengan demikian, diharapkan kedua calon pengantin akan mendapat berkah dan kelancaran dalam perjalanan kehidupan rumah tangga mereka.

Dalam rangkaian upacara meugaca juga diselenggarakan peusijuek, yaitu upacara memercikan air seunijuek kepada dara baro (calon pengantin perempuan). Nantinya, dara baro akan didudukkan terlebih dahulu di atas kasur bersulam kasap, kemudian di sisi kiri dan kanan tilam diletakkan daleung yang berisi seunijuek dan bu leukat (tepung tawar dan ketan), serta daleung yang berisi daun pacar dan bate seumepeh (batu giling).

Upacara peusijuek dimulai dengan menyiramkan air seunijuek kepada dara baro, lengkap dengan batu giling, daun pacar, dan komponen lainnya yang telah disiapkan. Prosedurnya dimulai dari telapak tangan yang mengelilingi tubuh menuju ke bagian atas kepala. Setelah itu, dara baro akan diberikan uang sebagai hadiah, yang diakhiri dengan bersujud untuk mencium tangan dan dibalas dengan ciuman tanda kasih sayang di dahi.

Ijab Kabul

Prosesi pernikahan adat Aceh keempat sudah memasuki tahap ijab kabul. Ijab Kabul pengantin pria kepada wanita dihadiri oleh wali nikah, penghulu, saksi dan pihak keluarga. Sebagian besar mempelai umumnya memilih untuk menggunakan lafaz bahasa Aceh yang berbunyi, "Ulon tuan peunikah, aneuk lon (apabila ayah perempuan yang mengucapkan) .... (nama pengantin perempuan) ngon gata (nama pengantin laki-laki) ngon meuh...(jumlah mahar yang telah disepakati) mayam."

Jawaban dari lafadz tersebut ialah, "Ulon tuan terimong nikah ngon kawen.. (nama pengantin) ngon meuh.. (jumlah mahar yang telah disepakati) mayam, tunai." Pasangan pengantin tidak harus berpaku pada kedua lafaz ini saja. Karena sejatinya terdapat lafaz berbeda yang biasanya akan disesuaikan kembali dengan tradisi keluarga setempat.

Jeulamee (Mahar)

Mahar dalam prosesi pernikahan adat Aceh biasanya diberikan dalam bentuk emas atau uang, tetapi di setiap kota bagian Aceh ternyata memiliki tradisi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, di Aceh Timur, uang mahar umumnya berjumlah di bawah belasan, tetapi mempelai pria akan memberikan uang tambahan untuk membantu biaya pesta pernikahan dan perabot kamar. Sementara di bagian Aceh Barat, mahar bisa berupa emas dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya, yakni antara belasan hingga puluhan mayam.

Koh Gigo (Meratakan Gigi)

Tujuh hari menjelang resepsi pernikahan, pengantin wanita Aceh di zaman dulu biasanya akan melakukan sesi koh gigo atau mengikir gigi bagian depan, lalu diberikan obat penguat gigi (baja ruek) setelahnya. Tradisi ini dimulai dengan membaringkan tubuh dara baro di atas kasur, kemudian gigi dikikir dari bagian sisi yang ganjil ke sisi yang lain. Disediakan pula air garam hangat untuk dara baro berkumur.

Setelah itu, bagian gigi yang telah dikikir harus dikatupkan dengan kain perca yang sudah direndam air panas. Tahap selanjutnya adalah mengolesi setiap celah gigi dengan baja ruek hingga merata, lalu dibersihkan dengan tapeh (sabut kelapa), dan diakhiri dengan berkumur. Tujuan dari tradisi pemotongan gigi ini adalah untuk memperkuat sekaligus memperindah tampilan gigi di hari istimewa.

Kenali Prosesi Pernikahan Adat Aceh dan Ciri Khas Busana yang Dikenakan Image 1
Akreditasi: Venema Pictures

Resepsi Pernikahan

Penentuan tanggal resepsi pernikahan dilakukan oleh linto baro (mempelai pria) dan dara baro (mempelai wanita) dengan melibatkan perantara. Waktu resepsi akan disepakati berdasarkan hari dan bulan yang dianggap baik bagi masyarakat Aceh ataupun kepercayaan masing-masing keluarga. Umumnya, pesta pernikahan akan dilangsungkan setelah musim panen agar tidak membebani pihak keluarga secara materi. Lokasinya diadakan di dua tempat sekaligus, yaitu kediaman linto baro dan dara baro. Sementara untuk upacara 'bersanding dua' di pelaminan hanya akan diadakan di rumah dara baro.

Tueng Linto Baro (Mengundang Mempelai Pria)

Tueng Linto Baro adalah prosesi penjemputan mempelai pria beserta rombongan keluarganya untuk mengunjungi kediaman mempelai wanita. Tahap ini dimaksudkan sebagai bentuk penerimaan pengantin laki-laki oleh pihak perempuan dalam tradisi Aceh. Pengantin pria didampingi oleh para tokoh adat berjalan menuju rumah dara baro dengan iringan shalawat Nabi Muhammad S.A.W.

Rombongan yang datang kemudian menyerahkan talam yang berisi pakaian dan kebutuhan sehari-hari untuk pengantin wanita, mereka lalu disuguhkan dengan hidangan khusus yang disebut idang bu bisan atau hidangan nasi untuk besan. Usai bersantap bersama, rombongan dari pihak pengantin laki-laki kemudian meminta izin untuk pulang ke rumah, sementara pengantin pria tetap tinggal untuk disandingkan di pelaminan hingga acara selesai.

Tueng Dara Baro (Mengundang Mempelai Putri)

Setelah mempelai pria, kini tibalah saatnya prosesi penjemputan mempelai wanita beserta seluruh keluarga besarnya secara hukum adat. Kedatangan mereka adalah untuk memenuhi undangan keluarga mempelai pria sebagai bentuk penyambutan akan hadirnya anggota keluarga baru. Upacara ini umumnya dilakukan tujuh hari setelah akad nikah.

Bagian pintu masuk dihiasi dengan taburan beras, bunga rampai, dan daun-daun sebagai penanda keberuntungan. Keluarga mempelai perempuan lalu datang dengan membawa kembali talam dari keluarga mempelai pria saat Linto Baro, namun talam tersebut kini diisi dengan berbagai jenis hantaran berupa makanan khas Aceh, termasuk kue bhoi, bolu, kue karah, wajeb, dan hidangan tradisional lainnya.

Kenali Prosesi Pernikahan Adat Aceh dan Ciri Khas Busana yang Dikenakan Image 2
Akreditasi: Venema Pictures

Busana Pernikahan Adat Aceh

Mengutip buku Ensiklopedia Pakaian Nusantara, pakaian tradisional Aceh disebut dengan Ulee Balang yang dalam bahasa Melayu diambil dari kata "hulubalang", artinya adalah golongan bangsawan dalam masyarakat Aceh yang memimpin sebuah kenegerian atau Nanggroe. Dari pengertian tadi, ulee balang memang dulunya hanya digunakan oleh keluarga raja dan para keturunannya saja, tetapi sekarang sudah sering dipakai untuk kedua mempelai dalam pernikahan tradisional. Pakaian adat Aceh umumnya menggunakan kain yang ditenun sendiri menggunakan material sutera ataupun kapas. Terdapat dua jenis busana pernikahan adat Aceh yang dikenal hingga saat ini, yaitu pakaian adat untuk pria (Linto Baro) dan pakaian adat untuk wanita (Dara Baroe).

Kenali Prosesi Pernikahan Adat Aceh dan Ciri Khas Busana yang Dikenakan Image 3
Akreditasi: Story Studio

Linto Baro

Busana adat Aceh untuk linto baru terdiri dari tiga bagian kelengkapan, yaitu:

  • Meukeutop, sebutan untuk aksesori penutup kepala bagi mempelai pria berdarah Aceh. Bentuknya yang mencuat ke atas hampir mirip dengan mahkota milik sultan-sultan Turki lantaran adanya pengaruh kebudayaan Islam di masa lampau. Mahkota ini dibalut dengan kain tradisional Aceh yang disebut ija teungkulok lengkap dengan sulaman emas atau perak.
  • Meukasah, merupakan pakaian adat laki-laki Aceh yang hampir mirip dengan beskap atau blazer. Terdapat pengaruh budaya China yang diterapkan ke dalam bagian kerah layaknya busana cheongsam. Meukasah menjadi simbol kebesaran bagi masyarakat Aceh, terbuat dari material kain sutra terbaik dan sulaman benang emas yang membentuk motif bunga.
  • Sileuweu, yaitu celana dari busana adat Aceh yang berwarna hitam dan terbuat dari bahan katun. Terdapat pula hiasan berupa sulaman emas di bagian bawah. Sileuweu biasa dipadukan dengan songket sutra yang dikenakan pada bagian pinggang. Celana ini menjadi simbol kesultanan dan ketegasan.
Dara Baro

Busana adat Aceh untuk dara baro terdiri dari tiga bagian kelengkapan, yaitu:

  • Baju Kurung, desain baju kurung yang terbuat dari kain sutra dan motif sulaman emas merupakan hasil peleburan budaya Melayu, Islam, dan China. Hal ini dapat terlihat dari desain kerahnya yang menyerupai pakaian cheongsam China, sementara bentuknya yang cenderung longgar dan idak memperlihatkan bentuk tubuh merupakan khas ajaran agama Islam. Sentuhan Melayu terletak pada bagian songketnya yang kaya akan perak atau emas.
  • Patam Dhoe, adalah aksesori mahkota dara baro yang begitu lekat dengan nilai-nilai agama Islam, di mana bagian tengahnya tercantum lafaz Allah dan Nabi Muhammad. Ada pula serangkaian motif bunga dan bulatan yang disebut dengan bungoh kalimah. Patam Dhoe diartikan sebagai penanda untuk wanita yang telah menikah sekaligus simbol tanggung jawab seorang suami.
  • Celana Cekak Musang, merupakan celana panjang dari busana dara baro yang berpotongan melebar ke bawah. Sulaman benang emas tampak menonjol di bagian pergelangan kaki. Umumnya juga berwarna keemasan dan terbuat dari kain sutra, juga memiliki gulungan sarung di sepanjang lutut.

Pada dasarnya, setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam pernikahan adatnya, demikian pula dengan Aceh yang sarat dengan nilai-nilai Islami.

Vendors you may like

Instagram Bridestory

Follow @thebridestory on Instagram for more wedding inspirations

Visit Now
Visit Now