
Dalam Islam, khitbah merupakan langkah awal yang penuh makna sebelum akad nikah dilangsungkan. Kata "khitbah" sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "meminang" atau "melamar". Khitbah menjadi proses di mana pihak keluarga calon mempelai laki-laki mengunjungi kediaman calon mempelai perempuan untuk menyampaikan niat menikah, baik secara langsung maupun melalui perantara. Pada momen inilah terjadi permohonan pihak lelaki untuk menjadikan seorang perempuan sebagai calon istri.
Apabila lamaran ini diterima, maka pertunangan dinyatakan sah menurut ajaran Islam, sehingga perempuan tersebut tidak lagi diperkenankan menerima lamaran dari laki-laki lain di atas lamaran sebelumnya. Namun, penting untuk Anda pahami bahwa meskipun sudah terikat dalam khitbah, hubungan keduanya tetaplah bukan mahram, sehingga segala bentuk perlakuan layaknya suami istri belum diperbolehkan hingga akad nikah benar-benar terlaksana.
Mayoritas ulama juga berpendapat bahwa khitbah bukan menjadi suatu kewajiban, tetapi porsinya hanya sebagai bentuk adab dalam tahapan menuju pernikahan yang menunjukkan keseriusan seorang laki-laki untuk meminang. Dengan kata lain, dilaksanakannya khitbah sama sekali bukan untuk mempersulit jalan menuju pernikahan, namun sebagai tahapan sebelum akad.
Lalu, seperti apa tata cara khitbah yang sesuai dengan ajaran Islam? Berikut penjelasan lengkap yang perlu Anda ketahui.
TATA CARA KHITBAH
Khitbah menjadi sebuah langkah keseriusan yang sepatutnya dilaksanakan doa-doa, adab, serta penghormatan terhadap pihak yang dilamar. Secara umum, tata cara khitbah dapat dilaksanakan dalam beberapa tahapan berikut ini:
Memohon Petunjuk Kepada Allah
Setiap niat baik sepatutnya diawali dengan doa, demikian pula ketika Anda berniat untuk mengkhitbah seorang wanita. Rasulullah SAW menganjurkan untuk melaksanakan shalat sunnah istikharah guna memohon petunjuk Allah SWT. Shalat ini dilakukan agar hati memperoleh ketenangan dalam mengambil keputusan penting yang menyangkut kehidupan, termasuk dalam memilih pasangan hidup. Selepas shalat sunnah dua rakaat, calon mempelai dianjurkan untuk berdoa dengan doa istikharah.
Sebagaimana dikutip dari karya Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqi, Al-Adzkâr al-Muntakhabah min Kalâmi Sayyid al-Abrâr, halaman: 283. Doa ini sebaiknya dibacakan pada malam sebelum khitbah, setelah shalat hajat maupun shalat istikharah, dengan menyebut nama calon pasangan yang hendak dipinang. Inti dari doa ini adalah permohonan agar Allah menakdirkan yang terbaik, baik untuk urusan agama maupun kehidupan akhirat. Doa tersebut ialah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ تَقْدِرُ وَلآ أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلآ أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ فَإِنْ رَأَيْتَ لِيْ فِيْ(.......) خَيْرًا فِى دِيْنِيْ وَآخِرَتِيْ فَاقْدِرْهَا لِيْ
Allahumma innaka taqdiru wa lâ aqdiru wa lâ a'lamu wa anta 'allâmul ghuyûbi. Fa in ra`aita lî fî (.....) khairan fî dînî wa âkhiratî faqdirhâ lî
Artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Menakdirkan, dan bukanlah aku yang menakdirkan. Dan (Engkau) Maha Mengetahui apa yang tidak aku ketahui. Engkau Maha Mengetahui hal-hal yang ghaib. Maka jika Engkau melihat kebaikan antara diriku dan (..... [sebutkan nama calon pasangan bin/binti ayahnya]) untuk agama dan akhiratku, maka takdirkanlah aku bersamanya.
Membaca Doa dan Sholawat Nabi
Imam An-Nawawi mencatat dalam kitab Al-Adzkar: "Disunahkan seseorang yang melamar (baik diri sendiri atau wakilnya) membaca hamdalah, menyebut pujian pada Allah, shalawat untuk Rasulullah SAW. Setelah itu, bacalah asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lah wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu wa rasuluh."
Mendatangi Kediaman Calon dan Mengutarakan Maksud Kedatangan
Kemudian, pihak keluarga pihak calon mempelai laki-laki bersama rombongan berkunjung ke rumah keluarga calon mempelai perempuan untuk menyampaikan khitbah. Memasuki inti prosesi, calon mempelai pria akan secara langsung mengutarakan maksud kedatangannya, yakni menyampaikan niat tulus untuk meminang. Tak jarang, pihak keluarga juga menunjuk seorang tokoh atau orang yang dihormati sebagai juru bicara. Ia akan menyampaikan untaian kata berisi permohonan agar pinangan tersebut diterima dengan lapang hati oleh pihak keluarga perempuan.
Dalam ketentuan Islam, seorang pria yang hendak meminang gadis yang belum menikah wajib melakukannya di hadapan wali sang perempuan. Sebab, hak izin menikah bagi seorang perempuan lajang berada pada persetujuan walinya. Oleh karena itu, proses peminangan harus disampaikan secara resmi kepada orang tua atau wali perempuan sebagai bentuk pemenuhan syariat.
Pihak Perempuan Memberi Jawaban
Setelah lamaran diajukan, pihak calon mempelai perempuan akan memberikan jawaban, apakah menerima atau menolak pinangan tersebut. Jika disetujui, biasanya wali atau anggota keluarga pihak perempuan akan mengucapkan kata-kata persetujuan yang menandai bahwa khitbah telah diterima. Pada tahap inilah rencana menuju pernikahan mulai resmi dipersiapkan oleh kedua belah pihak.
Menyerahkan Hantaran
Sebagai wujud kesungguhan niat, pihak keluarga calon mempelai laki-laki umumnya membawa hantaran untuk dipersembahkan kepada keluarga calon mempelai perempuan. Meski bukan bagian yang diwajibkan dalam syariat Islam, tradisi ini telah diwariskan turun-temurun dan sarat dengan nilai simbolis. Hal ini karena hantaran menjadi cerminan penghargaan sekaligus penegasan atas ketulusan niat dalam melamar. Isi hantaran pun beragam, mulai dari seperangkat perlengkapan ibadah, busana, perhiasan, aneka kue atau hidangan, hingga kebutuhan pribadi calon mempelai perempuan.
Penutupan Khitbah
Prosesi khitbah kemudian ditutup dengan doa bersama serta pembacaan surat Al-Fatihah. Anda dapat memanjatkan doa penutup khitbah seperti dalam buku Tuntunan Doa & Zikir untuk Segala Situasi & Kebutuhan karangan Ali Akbar bin Aqil, yang berbunyi:
"Allahummaj'al haadzihil khitbah khitbatan mubaarokatan mushlihatan daaimatan abadan zhoohiran wa baathinan awwalan wa aakhiron bi rohmatika yaa arhamar roohimiin. Robbanaa taqobbal minnaa innaka antas samii'ul 'aliim wa tub 'alainaa innaka antat tawwaabur rohiim. Da'waahum fiihaa subhaanakalloohumma wa tahiyyatuhum fiihaa salaam wa aakhiru da'waahum anil hamdu lillaahi robbil 'aalamiin."
Artinya: "Ya Allah, jadikanlah peminangan ini sebagai peminangan yang bermanfaat, yang diberkahi, yang membawa kebaikan dan yang langgeng (berlangsung baik) selama-lamanya, secara lahir dan batin, di permulaan dan di akhir, dengan rahmat-Mu, wahai Tuhan paling penyayang diantara para penyayang. Wahai Allah, terimalah doa kami, sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Terimalah tobat kami, sungguh Engkau Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang. Doa mereka di surga adalah sub-haanakalloohumma (Mahasuci Engkau, wahai Tuhan kami), salam penghormatan mereka ialah salam (sejahtera dari segala bencana), dan penutup doa mereka adalah alhamdu lillaahi robbil 'aalamiin (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)."
SYARAT-SYARAT KHITBAH
Tujuan utama dari khitbah adalah agar seorang laki-laki dapat meminang perempuan yang layak menjadi calon istri sesuai ketentuan agama. Dengan demikian, pihak yang dipinang harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar khitbah sah dilakukan. Perempuan yang boleh dipinang harus memenuhi tiga syarat utama, yaitu tidak sedang dipinang oleh orang lain, bukan termasuk perempuan yang haram dinikahi, serta tidak berada dalam masa iddah. Berikut penjelasan lengkapnya:
Tidak Sedang Dipinang oleh Orang Lain
Islam menegaskan adanya larangan untuk meminang seorang wanita yang sedang berada dalam pinangan pria lain, selama pinangan tersebut belum dibatalkan atau belum ditolak oleh pihak perempuan. Mayoritas ulama bersepakat bahwa tindakan ini hukumnya haram, sebab berpotensi menimbulkan perselisihan, rasa saling membenci, hingga permusuhan. Selain itu, hal ini juga dianggap sebagai bentuk kezaliman terhadap laki-laki pertama yang sudah lebih dahulu menyampaikan niat baiknya.
Meski demikian, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama. Ibnu Qasim dan Ibnu Hazm ad-Dhahiri, misalnya, berpendapat bahwa larangan tersebut hanya berlaku jika peminang pertama adalah seorang laki-laki shalih. Apabila peminang pertama justru termasuk golongan fasik, seperti pezina atau pemabuk, sedangkan peminang kedua adalah seorang laki-laki shalih, maka diperbolehkan baginya untuk mengajukan pinangan. Pertimbangannya adalah karena prinsip utama dalam beragama ialah menginginkan yang terbaik bagi orang lain, sehingga laki-laki shalih lebih layak diterima pinangannya dibandingkan laki-laki fasik.
Adapun apabila peminang pertama dengan jelas membatalkan lamarannya, maka pintu terbuka bagi laki-laki lain untuk mengajukan pinangan terhadap perempuan tersebut.
Bukan Perempuan yang Haram Dinikahi
Syarat berikutnya adalah memastikan bahwa perempuan yang dipinang bukan termasuk golongan yang haram dinikahi, baik secara permanen maupun sementara. Haram permanen berlaku bagi perempuan yang memiliki hubungan darah atau sepersusuan dengan pihak yang meminang. Misalnya ibu, saudara perempuan, bibi, atau saudara sepersusuan. Sedangkan haram sementara berlaku karena adanya kondisi tertentu yang menjadi penghalang pernikahan. Beberapa di antaranya adalah:
- Menikahi dua saudara perempuan dalam satu waktu.
- Poligami yang melebihi batasan syar'i.
- Perempuan yang masih terikat perkawinan dengan pria lain.
- Perempuan yang sudah ditalak tiga oleh suaminya
- Perempuan yang sedang berihram.
- Perempuan pezina
- Perempuan yang berbeda agama
Tidak Sedang dalam Masa Iddah
Syarat terakhir adalah memastikan bahwa perempuan yang hendak dipinang tidak sedang dalam masa iddah. Masa iddah merupakan waktu tunggu bagi seorang perempuan setelah berpisah dengan suaminya, baik karena talak maupun karena ditinggal wafat. Apabila seorang perempuan masih dalam masa iddah usai talak raj'i, maka haram hukumnya untuk dipinang. Hal ini karena perempuan tersebut masih berstatus istri, dan suami berhak merujuknya kapan saja selama masa iddah berlangsung.
Berbeda halnya dengan perempuan yang dalam masa iddah karena ditinggal mati oleh suami. Menurut ulama Hanafiyah, peminangan terhadap perempuan dalam kondisi ini diperbolehkan, asalkan disampaikan dengan menggunakan kalimat kiasan, bukan secara terang-terangan. Sementara itu, apabila masa iddah terjadi bukan karena ditinggal mati, maka pinangan tetap diharamkan hingga masa iddah tersebut selesai.
DASAR HUKUM KHITBAH
Khitbah atau lamaran merupakan sebuah langkah yang dibenarkan, namun tidak termasuk ke dalam kewajiban mutlak yang harus dilakukan sebelum pernikahan. Hal ini karena tidak terdapat dalil dalam Al-Qur'an maupun sunnah yang secara eksplisit mewajibkan adanya prosesi khitbah. Dengan demikian, para ulama bersepakat bahwa hukum khitbah adalah mubah (boleh). Ini dipandang sebagai sarana perantara bagi laki-laki untuk mengenal lebih dekat calon istrinya, begitu pula bagi perempuan yang ingin memahami sifat calon suaminya kelak.
Seorang laki-laki juga diperkenankan untuk melihat wajah dan telapak tangan perempuan yang hendak dipinangnya dengan disaksikan oleh sebagian keluarga. Hal ini bertujuan agar terciptanya keyakinan sebelum melangkah lebih jauh menuju akad. Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا خَطَبَ اَحَدُكُمُ لْمَرْاَةً ، فَاِنِ اسْتَطَاعَ اَنْ يَنْظُرَ اِلٰى مَا يَدْعَوْهُ اِلٰى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ
Artinya: Jika salah seorang di antara kamu meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu melihat apa yang membuatnya tertarik untuk menikahinya, maka lakukanlah.
Dasar hukum khitbah juga ditegaskan dalam Al-Qur'an, tepatnya pada Surah Al-Baqarah ayat 235. Allah SWT berfirman:
وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا عَرَّضْتُمْ بِهٖ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَاۤءِ اَوْ اَكْنَنْتُمْ فِيْٓ اَنْفُسِكُمْۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ سَتَذْكُرُوْنَهُنَّ وَلٰكِنْ لَّا تُوَاعِدُوْهُنَّ سِرًّا اِلَّآ اَنْ تَقُوْلُوْا قَوْلًا مَّعْرُوْفًا ەۗ وَلَا تَعْزِمُوْا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتّٰى يَبْلُغَ الْكِتٰبُ اَجَلَهٗۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوْهُۚ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ حَلِيْمٌࣖ
Artinya: "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (QS Al-Baqarah: 235).
Ayat ini menjelaskan batasan-batasan dalam peminangan, khususnya terkait perempuan yang masih berada dalam masa iddah. Allah SWT mengingatkan agar seorang laki-laki tidak tergesa-gesa menyampaikan niat menikah kepada seorang wanita yang masih dalam masa iddah. Keinginan tersebut sebaiknya disimpan terlebih dahulu di dalam hati hingga masa iddahnya selesai, atau diungkapkan secara halus melalui sindiran yang sopan. Selain itu, sebaiknya tidak memberikan harapan kepada mereka, kecuali merupakan suatu perkataan yang bagus.
Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa apabila seorang pria benar-benar memiliki niat tulus untuk meng-khitbah seorang wanita, maka hendaknya ia menyampaikan keinginannya tersebut, baik dengan ucapan langsung maupun secara tertulis. Dengan demikian, khitbah bisa menjadi media untuk menjaga niat suci itu tetap dalam koridor yang diridhai Allah SWT, sekaligus melindungi kehormatan kedua belah pihak hingga tiba saatnya akad pernikahan dilangsungkan.