Blog / Wedding Ideas / Makna Uang Panai dalam Tradisi Bugis Makasar, Berbeda dengan Mahar

Makna Uang Panai dalam Tradisi Bugis Makasar, Berbeda dengan Mahar

Warna:
Tambahkan ke Board
makna-uang-panai-dalam-tradisi-bugis-makasar-berbeda-dengan-mahar-1

Setiap budaya di Indonesia memiliki tradisinya sendiri dalam melambangkan kesakralan sebuah pernikahan. Salah satu contohnya adalah uang panai yang merupakan tradisi khas pada masyarakat Bugis-Makassar ketika bicara tentang pernikahan. Lantas apakah uang panai ? Apakah uang panai sama dengan mahar?

Makna dari Uang Panai pada Tradisi Bugis-Makassar

Uang panai atau juga biasa disebut panaik atau panai, bisa dibilang adalah elemen wajib dalam tradisi pernikahan di masyarakat Bugis-Makassar. Ini bukanlah mahar, karena makna dari uang panai adalah uang yang diberikan calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita untuk membiayai pernikahan mereka. Sedangkan mahar adalah pemberian calon mempelai pria yang nantinya mutlak menjadi milik calon mempelai wanita ketika sudah sah menjadi istri. Dan uniknya lagi, kedudukan uang panai dengan mahar adalah lebih tinggi uang panai. Artinya dalam tradisi pernikahan Bugis-Makassar, uang panai wajib dipenuhi oleh calon mempelai pria.

Kedudukan uang panai menjadi wajib karena zaman dulu para orangtua melihat keseriusan calon mempelai pria untuk melamar anak wanitanya adalah dengan serius berupaya memenuhi uang panai. Sebab uang panai adalah lambang dari perjuangan, keuletan, serta keseriusan calon mempelai pria dalam meminang calon mempelai wanita. Adapun besaran uang panai biasanya akan dipengaruhi oleh strata sosial, pendidikan, keturunan bangsawan, hingga pekerjaan. Makanya susah untuk mendapatkan orang suku Bugis Makassar, tapi susah pula lepasnya atau bercerai. "Dalam artian, tingginya harga panai akan membuat pihak lelaki akan berpikir seribu kali untuk menceraikan istrinya karena ia sudah berkorban banyak untuk mempersunting istrinya. Pada uang panai itulah dilihat kesungguhan sang pria untuk mendapatkan wanita pujaan hatinya," kata Budayawan Sulawesi Selatan Nurhayati Rahman seperti dikutip dari Kompas.com

Makna Uang Panai dalam Tradisi Bugis Makasar, Berbeda dengan Mahar Image 1

Makna Uang Panai di Masa Sekarang

Seiring berjalannya waktu tradisi ini pun berkembang hingga kemudian memiliki pergeseran makna. Saat ini uang panai lebih dilihat sebagai menjaga gengsi dengan berlomba-lomba menentukan nilai yang fantastis. Bahkan tidak jarang kedua calon mempelai kemudian patungan demi membuat nilai uang panai mereka terlihat besar. Padahal zaman dulu, semakin besar nilai uang panai berarti merepresentasikan kelas bangsawan calon mempelai wanita.

Memang uang panai menciptakan persepsi simbol kemampuan finansial keluarga calon mempelai pria, alhasil ada dorongan untuk membuat uang panai menjadi besar agar yang dihargai bukan hanya calon mempelai wanita tapi juga menunjukkan strata sosial keluarga calon mempelai pria.

Kebanyakan orang kemudian lupa bahwa sebenarnya makna terdalam dari uang panai adalah untuk menunjukkan penghargaan terhadap wanita. Bukan menjadi "membeli" anak gadis, melainkan lambang bahwa calon mempelai pria berjuang mendapatkan wanita pujaan hatinya dengan penghargaan yang pantas. Hal ini diamini oleh Nurhayati. Menurutnya, uang panai dengan jelas menunjukkan bahwa masyarakat Bugis-Makassar sangat menghargai wanita sebagai makhluk Tuhan yang berharga sehingga tidak sembarangan orang dapat meminang wanita Bugis-Makassar. Penghargaan ini juga yang senantiasa membuat pria akan selalu berjuang untuk kebahagiaan keluarganya kelak.

Dampak dari Berlomba-lombanya menerapkan uang panai yang fantastis.

Akibat uang panai kini mengalami pergeseran makna, alhasil banyak yang berlomba-lomba menerapkan uang panai dengan nilai yang fantastis. Ini tentu membuat makna uang panai menjadi sekadar menunjukkan gengsi sosial. Dampaknya banyak pasangan yang kemudian gagal menikah karena merasa uang panai terlalu besar hingga sulit untuk dipenuhi.

Banyak juga pasangan yang mengambil jalan pintas dengan silariang atau kawin lari. Nurhayati menegaskan, dalam masyarakat Bugis-Makassar, silariang adalah aib yang sangat memalukan. "Siri atau aib yang menjadi beban keluarga sepanjang hidupnya." Bahkan dalam tradisi Bugis-Makassar pelaku silariang dianggap telah mati, tidak ada negosiasi, tidak ada rekonsiliasi seumur hidup. Fatalnya dalam beberapa generasi tidak akan diterima lagi untuk kembali ke keluarganya.

Pada prinsipnya besaran uang panai adalah hasil kompromi antara pihak pria dengan keluarga calon mempelai wanita. Adapun proses kompromi ini biasanya dijalankan dalam tahapan adat sebelum pernikahan, atau biasa disebut ma'manuk-manuk saat pihak pria menemui keluarga calon mempelai wanita.

Vendor yang mungkin anda suka

Instagram Bridestory

Ikuti akun Instagram @thebridestory untuk beragam inspirasi pernikahan

Kunjungi Sekarang
Kunjungi Sekarang