Salah satu bagian terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah pernikahan Islam adalah mahar atau mas kawin. Mahar pernikahan merupakan pemberian dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan yang hukumnya wajib. Pemberian ini menjadi hak mutlak istri yang dapat digunakan sepenuhnya tanpa memerlukan izin dari suami. Bahkan, sang suami juga tidak diperbolehkan untuk menarik kembali mahar tersebut, kecuali jika istri secara sukarela memberikan sebagian dari hartanya tersebut.
Meski demikian, masih banyak calon pengantin yang bingung mengenai perbedaan mahar nikah dan mas kawin, bahkan mempertanyakan apakah keduanya memang memiliki makna yang berbeda? Dalam perspektif Islam, sebenarnya tidak ada perbedaan mendasar di antara keduanya, ini hanya masalah beda penyebutan saja. Istilah "mahar" merupakan sebutan yang diambil dari bahasa Arab, sementara "mas kawin" adalah padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Nah, untuk memahami lebih lanjut, gulir ke bawah untuk melihat penjelasan lengkap berikut ini.
Definisi Mahar atau Mas Kawin
Mahar adalah pemberian wajib dari mempelai pria kepada mempelai wanitanya sebagai salah satu syarat sah dalam pernikahan menurut ajaran Islam. Pemberian ini bisa berupa uang tunai dengan jumlah tertentu, perhiasan, logam mulia, properti, ataupun jasa lainnya yang memiliki nilai dan telah disepakati bersama oleh kedua belah pihak. Tujuannya yaitu sebagai simbol tanggung jawab dan keseriusan pria dalam membangun rumah tangga bersama sang istri.
Berdasarkan penjelasan dalam buku Fiqih Praktis II karya Muhammad Bagir, mahar merupakan istilah yang diambil dari bahasa Arab yaitu al-mahr, artinya sejumlah uang atau barang yang diserahkan secara jelas oleh seorang suami kepada istrinya ketika ijab kabul pernikahan dilangsungkan.
Bedanya mahar dan mas kawin tidak ada. Karena mas kawin adalah penyebutannya saja dalam lingkup pernikahan di Indonesia. Meski bukan bagian dari rukun nikah dan tidak dapat merusak ijab kabul, namun para ulama sepakat bahwa memberikan mahar atau mas kawin merupakan hal yang wajib. Alasannya karena mahar merupakan bagian dari hak-hak istri atas suami. Selain itu, suami juga tidak diperbolehkan meminta mahar itu kembali, kecuali jika sang istri merelakannya, seperti firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 4:
وَاٰتُوا النِّسَاۤءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحْلَةًۗ فَاِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوْهُ هَنِيْۤـــًٔا مَّرِيْۤـــًٔا
Artinya: "Berikanlah mahar (maskawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mahar itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya."
Bagaimana Ketentuan dan Syarat Mahar dalam Islam?
Pada dasarnya, tidak ada dalil yang menjelaskan bagaimana batasan minimum dan maksimum aturan mahar yang harus diberikan mempelai pria kepada mempelai wanitanya. Besarnya mahar ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan harus diberikan secara ikhlas tanpa ada paksaan. Ajaran ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW, "Wanita yang sedikit maharnya lebih banyak berkahnya. Sebaik-baik mahar adalah yang paling mudah." Dengan kata lain, hadis ini mengandung makna bahwa mahar tidak seharusnya menjadi beban yang justru menyulitkan terwujudnya pernikahan.
Mahar juga tidak harus berupa uang atau benda, melainkan dapat berupa manfaat seperti pengetahuan tentang Al-Qur'an atau bentuk lain yang dianggap sah sebagai alat tukar. Sirman Dahwal dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Hukum Perkawinan, mengutip pendapat Ahmad Azhar Basyir tentang hal ini, bahwa mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri yang tidak ada batas jumlah minimal dan maksimalnya. Karena pemberian ini merupakan simbol kesanggupan suami untuk memikul tanggung jawabnya di dalam perkawinan, agar mendatangkan kemantapan dan ketenteraman hati istri.
Kapan Mahar Diberikan?
Para ulama fikih sepakat bahwa pemberian mahar dapat dilakukan baik secara kontan maupun tempo (utang). Artinya, mahar tidak harus selalu diserahkan secara langsung saat akad nikah berlangsung, melainkan dapat diserahkan di kemudian hari, sesuai dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Terdapat dua jenis waktu pemberian mahar, yaitu mahar muqaddam dan mahar mu'akhkhar.
Mahar muqaddam adalah mahar yang diberikan sebelum akad nikah. Pemberian ini dapat dilakukan secara tunai maupun dihutang. Sebaliknya, mahar mu'akhkhar adalah mahar yang diberikan setelah akad nikah, yang juga dapat diberikan secara tunai, dihutang, atau ditangguhkan hingga waktu tertentu. Kedua jenis waktu pemberian mahar tersebut sama-sama akan menjadi hak milik istri sepenuhnya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan mendasar antara mahar dan mas kawin dalam Islam. Keduanya merujuk pada pemberian wajib dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan sebagai bagian dari akad nikah.