Blog / Wedding Ideas / 5 Pantangan Pernikahan Adat Jawa, Apa Saja?

5 Pantangan Pernikahan Adat Jawa, Apa Saja?

Warna:
Tambahkan ke Board
5-pantangan-pernikahan-adat-jawa-apa-saja-1

Photography: Hibiki Productions

Pernikahan dinilai sebagai upacara sakral yang fungsinya untuk menyatukan seorang laki-laki dan perempuan ke dalam sebuah biduk rumah tangga. Setiap suku dan budaya di Indonesia juga memiliki kepercayaannya masing-masing tentang bagaimana harus menyikapi sebuah pelaksanaan pernikahan. Beberapa mitos terkait pernikahan pun bermunculan dan mengakar kuat di tengah masyarakat yang mendiami suku tertentu, tak terkecuali Jawa. Mereka menganggap bahwa pantangan-pantangan tersebut sebaiknya dihindari agar calon pengantin dapat terhindar dari adanya energi negatif yang mengintai. Berikut lima pantangan pernikahan adat Jawa yang perlu Anda ketahui.

  1. Menyelenggarakan Pernikahan di Bulan Suro
    Sebagian besar masyarakat Jawa meyakini bahwa bulan Muharram atau Suro merupakan bulan yang dianggap keramat. Hal ini karena adanya berbagai peristiwa bersejarah tentang umat Islam yang terjadi di bulan tersebut. Orang-orang berdarah Jawa menganggap Suro sebagai bulan prihatin sekaligus pemanjatan doa untuk seluruh tokoh yang pernah terlibat dalam peristiwa itu, sehingga ragam kegiatan yang bernuansa kegembiraan seperti pernikahan atau pesta pribadi tidak seharusnya dilakukan. Jika calon pengantin memutuskan untuk tetap menggelar pernikahan di bulan Muharram atau Suro, maka dikhawatirkan akan terjadi berbagai peristiwa naas yang tidak diinginkan. Terdapat tanggal-tanggal yang dianggap sebagai pantangan untuk menyelenggarakan pesta pernikahan di bulan Suro, yaitu tanggal 6, 11, 17, 27, dan 14 pada hari Rabu Pahing karena akan ada banyak godaan negatif yang menghampiri.
  2. Posisi Rumah Kedua Mempelai yang Berhadapan
    Salah satu pantangan pernikahan adat Jawa yang masih diyakini hingga saat ini adalah tentang posisi kediaman dari kedua mempelai. Calon pengantin Jawa yang berencana akan menikah sebaiknya tidak tinggal di rumah yang saling berhadapan. Karena hal tersebut dianggap akan mendatangkan permasalahan rumah tangga yang cukup serius di masa depan.
    Kendati demikian, hal ini tak lantas bisa menjadi halangan. Kedua calon mempelai tetap bisa melangsungkan pernikahan asalkan salah satu dari mereka bersedia untuk direnovasi rumahnya agar tidak lagi berhadapan. Atau, salah satu calon mempelai 'dibuang' terlebih dahulu oleh keluarganya untuk kemudian diangkat sebagai anak oleh kerabat dekat yang kediamannya tidak berhadapan dengan pasangannya. Kepercayaan ini lebih banyak ditemukan di daerah Jawa Timur.

    5 Pantangan Pernikahan Adat Jawa, Apa Saja? Image 1
    Akreditasi: Hibiki Productions
  3. Pernikahan Anak Pertama dengan Anak Ketiga
    Masyarakat Jawa mengenal istilah mitos lusan untuk menggambarkan sebuah pernikahan yang terjadi di antara anak nomor satu dengan anak nomor tiga. Mereka percaya bahwa pernikahan tersebut dikhawatirkan mampu membawa dampak keretakan rumah tangga di kemudian hari. Hal ini karena umumnya anak pertama dan ketiga memiliki perbedaan karakter yang cukup jauh, sehingga rawan terjadi konflik berkepanjangan. Selain itu, kehidupan rumah tangga dari pasangan anak pertama dan ketiga juga dipercaya akan mengalami kesulitan ekonomi karena setiap pekerjaan yang mereka tekuni tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan finansial keluarga. Alasan lainnya, pernikahan seperti ini bisa mendatangkan kematian, baik itu dari sisi pasangan maupun pihak orang tua. Itulah mengapa pernikahan antara anak pertama dan anak ketiga cenderung dihindari.
  4. Hitungan Weton Jodoh dengan Pasangan Tidak Cocok
    Weton merupakan hitungan hari lahir seseorang yang digunakan untuk menunjukkan ramalan tertentu. Masyarakat berdarah Jawa mengenal istilah perhitungan weton untuk menentukan tanggal yang dianggap baik jika ingin melaksanakan pernikahan, pindah rumah, atau khitanan anak laki-laki. Fungsinya agar pasangan dapat terhindar dari hal-hal buruk saat hari H. Sementara itu, untuk mengukur tingkat kecocokan di antara calon pengantin yang akan menikah, nantinya akan dihitung berdasarkan weton jodoh. Cara kerjanya adalah dengan menjumlahkan hari kelahiran calon mempelai pria dan wanita (masing-masing hari memiliki nilai yang berbeda menurut weton Jawa). Bila perhitungan hasil akhir menunjukkan ketidakcocokan, namun keduanya tetap nekat untuk melanjutkan hubungan, maka dikhawatirkan kehidupan rumah tangganya akan terus diselimuti oleh masalah besar.
  5. Kakak Beradik Menikah di Tahun yang Sama
    Salah satu pantangan pernikahan adat Jawa yang cukup populer adalah kakak beradik yang menikah di tahun yang sama. Karena apabila tetap dilangsungkan, maka dalam kepercayaan Jawa hal tersebut bisa membawa malapetaka. Kakak beradik yang memiliki rencana untuk menikah sebaiknya diselenggarakan di tahun yang berbeda agar terdapat jeda. Sebagai contoh, sang kakak diputuskan untuk menikah tahun ini, sementara adiknya akan menyusul di tahun berikutnya.
    Kendati demikian, pendapat berbeda dikemukakan oleh seorang praktisi spiritual Kejawen, Dewi Sundari. Melalui kanal Youtube-nya, Dewi menjelaskan, saudara kandung yang menikah di tahun yang sama bukanlah suatu larangan yang harus dihindari karena tidak akan menimbulkan kesialan. Namun, ia mengamini bahwa pernikahan yang diajukan dua kali dalam setahun mampu menghabiskan banyak biaya yang berpotensi membebani keluarga besar. Apalagi mayoritas orang tua juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk bisa beradaptasi setelah 'kehilangan' salah satu anaknya, sehingga pernikahan antara kedua kakak beradik ini memang sebaiknya diberi jeda.

Vendor yang mungkin anda suka

Instagram Bridestory

Ikuti akun Instagram @thebridestory untuk beragam inspirasi pernikahan

Kunjungi Sekarang
Kunjungi Sekarang