Blog / Relationship Tips / 5 Mitos Larangan Pernikahan Adat Jawa yang Perlu Diketahui

5 Mitos Larangan Pernikahan Adat Jawa yang Perlu Diketahui

Warna:


Tambahkan ke Board
5-mitos-larangan-pernikahan-adat-jawa-yang-perlu-diketahui-1

Photography: MORDEN

Sebagai negara yang kaya akan keragaman budayanya, Indonesia masih sangat menjunjung tinggi tradisi serta adat istiadat yang berlaku di masing-masing daerah dalam berperilaku serta berkegiatan sehari-hari. Karenanya, masih banyak masyarakat Indonesia yang memercayai mitos yang sudah ada sejak turun-temurun, tidak terkecuali mitos terkait larangan dalam melangsungkan pernikahan adat Jawa.

Walaupun tidak dapat diketahui pasti kebenarannya, tetapi banyak khalayak yang meyakini mitos tersebut dalam mencari pasangan guna menghindari peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan. Tak jarang, banyak pasangan yang berakhir kandas karena tidak direstui akibat dari mitos-mitos ini.

Apa sajakah mitos-mitos tersebut? Berikut simak ulasan mitos larangan pernikahan adat Jawa.

Calon Pasangan Berasal Dari Sunda

Mitos ini lahir dari sejarah masa lalu, yaitu Perang Bubat yang melibatkan Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda. Berawal dari keinginan Raja Majapahit, Hayam Wuruk, untuk mempersunting Dyah Pitaloka selaku Putri Kerajaan Sunda, harus berakhir tragis akibat Sang Patih Gajah Mada menyerang rombongan Kerajaan Sunda. Sejak saat itulah larangan bagi pasangan Sunda dan Jawa muncul hingga saat ini.

Menikah di Bulan Muharram

Bulan Muharram atau yang lebih dikenal sebagai Bulan Suro merupakan bulan yang dianggap sangat suci dan sakral bagi masyarakat Jawa. Hal itu sangat erat kaitannya dengan legenda Nyi Roro Kidul, di mana dipercaya bahwa Bulan Suro merupakan bulannya Penguasa Laut Selatan tersebut. Masyarakat Jawa mempercayai bahwa siapapun yang mengusik 'acara' Nyi Roro Kidul, maka Ratu Pantai Selatan tersebut tak segan untuk mengganggu pengusiknya.

kecocokan dinilai dari Weton Jodoh

Weton merupakan hari kelahiran seseorang berdasarkan perhitungan dalam kalender jawa yang terdiri dari hari (Senin, Selasa, dsb) dan pasaran (Kliwon, Pahing, dsb) yang kemudian menjadi referensi untuk mengetahui gambaran kehidupan seseorang, termasuk kehidupan percintaan. Perhitungan weton ini dipercaya dapat mengetahui tingkat kecocokan para pasangan. Jika cocok, maka para pasangan dapat melanjutkan pernikahan. Tetapi sebaliknya, jika tidak cocok maka sebaiknya pernikahan dibatalkan.

Pernikahan Anak Pertama dengan Anak Ketiga (Siji karo Telu)

Larangan menikah antara anak pertama dengan anak ketiga yang disebut dengan Pernikahan Jilu ini muncul akibat adanya anggapan bahwa, perbedaan karakter antara anak pertama dengan anak ketiga sangat jauh. Ketidakcocokan karakter antar pasangan ini dikhawatirkan akan menimbulkan banyak permasalahan dalam rumah tangga sehingga lebih baik dihindari.

Rumah kedua mempelai Berhadapan

Walaupun tidak diketahui dari mana mitos ini berasal, tetapi mitos jika rumah kedua mempelai berhadapan akan menimbulkan berbagai kesialan dalam rumah tangga masih sangat dipercaya hingga saat ini. Jika calon pengantin tersebut tetap ingin melangsungkan pernikahan, salah satu dari mereka harus merenovasi rumahnya sedemikian rupa hingga tidak berhadapan.

Demikian beberapa mitos mengenai larangan pernikahan adat Jawa. Kepercayaan akan kebenaran mitos tersebut kembali lagi kepada diri masing-masing. Agar bahtera rumah tangga Anda selalu harmonis, ketahui dan taati komitmen berumah tangga di sini.

Vendor yang mungkin anda suka

Instagram Bridestory

Ikuti akun Instagram @thebridestory untuk beragam inspirasi pernikahan

Kunjungi Sekarang
Kunjungi Sekarang