Blog / Wedding Ideas / 12 Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis yang Penuh Makna Mendalam

12 Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis yang Penuh Makna Mendalam

Warna:
Tambahkan ke Board
12-rangkaian-prosesi-pernikahan-adat-bugis-yang-penuh-makna-mendalam-1

Photography: Phiutografia Studio

Suku Bugis merupakan satu dari sekian banyak kelompok etnis yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan. Sama seperti budaya lainnya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, suku Bugis juga memiliki adat istiadat ataupun aspek ritual yang masih mengakar dengan hebat secara turun-temurun dalam kehidupan masyarakatnya. Hal ini dilakukan sebagai bentuk pelestarian budaya daerah agar tak lekang oleh zaman. Prosesi pernikahan adat Bugis menjadi salah satu cara bagi para keturunan Deutero Melayu ini untuk memaknai betapa sakralnya gerbang kehidupan yang baru akan mereka pijaki. Setiap tahapan dari rangkaian pernikahan adat Bugis juga menyimpan do'a dan makna mendalam bagi keberlangsungan rumah tangga calon pengantin kelak. Dilansir dari berbagai sumber, inilah tata cara pernikahan adat Bugis yang penuh makna.

  1. Mammanu'manu'
    Ini adalah tahapan paling pertama dari prosesi pernikahan adat Bugis. Mammanu'manu' diartikan sebagai aktivitas yang hampir serupa dengan terbangnya seekor burung, mengingat pada fase ini, pihak keluarga dari calon mempelai pria akan berusaha mencarikan jodoh terbaik bagi anak mereka dengan memperhatikan sejumlah kriteria. Apabila sudah berhasil menemukan target yang sesuai, maka tahap selanjutnya adalah menyelidiki latar belakang dari gadis yang dituju untuk mengetahui dengan jelas apakah wanita tersebut bisa dipinang atau tidak, prosesi ini disebut dengan mappese-pese.
  2. Mappese-pese
    Pada dasarnya, mappese-pese dalam prosesi pernikahan adat Bugis adalah sebuah langkah pendekatan untuk mencari tahu lebih dalam tentang sang perempuan. Bila calon mempelai pria dan keluarganya telah sepakat dengan wanita pilihan mereka, maka pihak keluarga laki-laki akan meminta tolong pada seorang kerabat dekat dari pihak perempuan untuk dipertemukan dengan keluarga mereka. Nantinya, kerabat tersebut dan calon mempelai pria akan bertandang ke kediaman dari keluarga pihak perempuan dengan membawa oleh-oleh sambil mengutarakan maksud dan tujuan kedatangan. Apabila berhasil mendapatkan lampu hijau, maka bisa dilanjutkan dengan langkah selanjutnya yang jauh lebih sakral, yaitu meminang atau massuro.
  3. Massuro / Madduta
    Pada tahap massuro atau lamaran, keluarga dari pihak laki-laki akan mengutus seseorang yang paling dipercayai sebagai mabbaja laleng atau perintis jalan. Juru bicara yang ditunjuk haruslah memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal negosiasi, mengingat acara pertemuan antar kedua keluarga ini juga akan membahas tentang besaran jumlah uang panai. Biasanya terdapat proses 'tawar-menawar' dengan bahasa Bugis yang sangat halus. Jumlah uang panai tergantung dari bagaimana status sosial calon pengantin wanita, bahkan bisa lebih besar dari mahar. Jika lamaran tersebut telah diterima dengan baik oleh keluarga sang perempuan, maka tahap berikutnya adalah memutuskan segala hal tentang keperluan pernikahan atau yang biasa disebut dengan mappettu ada.
  4. Mappettu Ada
    Setelah prosesi lamaran dilakukan, saatnya untuk menentukan tanra esso (tanggal pelaksanaan pernikahan), sompa (mahar), dan doi menre (uang belanja). Tanggal pernikahan biasanya akan ditentukan oleh keluarga dari calon pengantin wanita dengan mempertimbangkan waktu-waktu terbaik. Sementara doi menre adalah uang belanja yang akan diberikan oleh calon mempelai pria kepada calon mempelai wanitanya untuk keperluan biaya pesta pernikahan. Sama seperti uang panai, besaran nominal doi menre juga tergantung pada strata sosial perempuan, jenjang pendidikannya, hingga citra keluarga mempelai di lingkungan masyarakat setempat. Terakhir, mahar untuk wanita keturunan Bugis dapat berupa uang atau benda sebagai syarat sah pernikahan. Pada tahap mappettu ada juga dilakukan pemberian hantaran berupa perhiasan untuk calon mempelai perempuan.
  5. Mappasau Botting
    12 Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis yang Penuh Makna Mendalam Image 1
    Mappasau botting adalah ritual perawatan yang dilakukan secara privat oleh calon mempelai wanita sebelum hari pernikahannya. Tradisi ini umumnya memakan waktu hingga tiga hari berturut-turut sampai tibanya hari H. Nantinya, calon pengantin wanita akan 'dibersihkan' dengan menggunakan ramuan daun pandan yang masih mengeluarkan uap panas. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan seluruh keringat yang tidak baik dari tubuh calon pengantin perempuan. Secara simbolis, daun pandan diartikan sebagai bentuk pengharuman dan keharmonisan biduk rumah tangga. Acara kemudian dilanjut dengan pemakaian bedak hitam yang terdiri dari jeruk nipis dan asam jawa. Hal ini bertujuan agar kulit calon mempelai wanita terlihat bersih dan bercahaya.
  6. Mappanre Temme
    Dalam bahasa Bugis, mappanre berarti memberi makan, sementara temme adalah tamat. Tradisi mappanre temme ini berhubungan langsung dengan orang yang tamat mengaji atau khataman Al-Qur'an. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, mappanre temme merupakan sebuah kebiasaan dari masyarakat Bugis yang selalu memberi apresiasi terhadap orang yang berhasil khatam Al-Qur'an dengan cara diberi makan. Tradisi ini juga kerap dilakukan oleh calon pengantin tepat di sore hari sebelum hari pernikahan tiba dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an langsung dari calon pengantin.
  7. Mappacci
    Malam harinya setelah mappanre temme usai dilaksanakan, terdapat prosesi pernikahan adat Bugis yang disebut mappacci. Ritual ini memiliki makna bahwa kedua calon pengantin perlu disucikan jiwa dan raganya dari segala keburukan yang pernah dilakukan. Mappacci diawali dengan penjemputan kedua calon mempelai untuk kemudian dibawa ke atas pelaminan yang sudah dipenuhi oleh deretan perlengkapan ritual, mulai dari bantal, sarung, daun nangka, daun pisang, sepiring padi, lilin, daun pacci, dan bekkeng atau tempat logam. Kemudian, setiap kerabat dan tamu yang hadir harus mengusapkan pacci ke telapak tangan calon pengantin. Para tamu undangan yang dipanggil untuk mengikuti mapacci biasanya datang dari keluarga dengan status sosial yang baik.
  8. Mappasili
    Mappasili merupakan prosesi siraman yang dilakukan dalam pernikahan adat Bugis. Tujuan dari ritual ini adalah untuk membersihkan diri calon pengantin sekaligus menolak bala dari segala malapetaka yang tidak diinginkan. Air siraman mappasili diambil secara langsung melalui tujuh sumber mata air yang juga berisi tujuh macam bunga. Ada pula taburan koin yang dimasukkan ke dalam air mappasili. Usai prosesi siraman, air berisi koin tersebut kemudian akan diperebutkan oleh para tamu yang belum menikah. Sebagian orang Bugis percaya bahwa mereka yang berhasil mendapatkan koin akan dimudahkan jalannya untuk mendapatkan jodoh.
  9. Mappenre Boting dan Madduppa Boting
    Mappenre boting adalah prosesi pengantaran mempelai pria ke rumah sang mempelai wanita dengan iring-iringan tanpa kehadiran orang tua. Terdapat pula ritual penyambutan kedatangan mempelai pria (madduppa boting) yang dilakukan oleh dua orang remaja perempuan dan laki-laki, wakil orang tua dari mempelai perempuan, dan seorang penebar wenno.
  10. Mappasikarawa
    12 Rangkaian Prosesi Pernikahan Adat Bugis yang Penuh Makna Mendalam Image 2
    Setelah akad nikah, sang mempelai pria akan dituntun untuk menuju kamar pribadi pengantin guna menemui istri yang telah dipinangnya. Tradisi ini diawali dengan proses mengetuk pintu sebagai bentuk permintaan izin untuk memasuki kamar. Momen pertemuan dari kedua mempelai inilah yang nantinya akan menjadi puncak dari ritual mappasikarawa. Pertama-tama, pasangan mempelai akan melakukan sentuhan pertama dengan status yang sah sebagai suami istri, sentuhan lembut itu dimulai dari area pundak yang menyimbolkan kesetaraan dalam biduk rumah tangga, kemudian diteruskan ke area ubun-ubun, dada, atau perut. Setelah itu, kedua mempelai akan dipakaikan sarung yang telah dijahit dengan maksud agar kehidupan pernikahan mereka senantiasa terjaga. Acara pun dilanjutkan dengan prosesi sungkem kepada pihak orang tua atau orang yang dituakan.
  11. Mapparola
    Ini adalah kunjungan balasan dari mempelai wanita yang bertandang ke kediaman pihak mempelai laki-laki. Ia mengunjungi keluarga suaminya seraya membawa sarung tenun sebagai bentuk hadiah pernikahan bersama iring-iringannya.
  12. Ziarah dan Massita Beseng
    Ziarah ke makam leluhur umumnya dilakukan oleh pasangan pengantin satu hari setelah berakhirnya upacara pernikahan. Ini adalah bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berpulang lebih dulu. Rangkaian prosesi pernikahan adat Bugis kemudian ditutup dengan massita beseng yang merupakan pertemuan antar kedua keluarga pengantin untuk mempererat tali silaturahmi.

Vendor yang mungkin anda suka

Instagram Bridestory

Ikuti akun Instagram @thebridestory untuk beragam inspirasi pernikahan

Kunjungi Sekarang
Kunjungi Sekarang