Blog / Wedding Ideas / Syahdunya Mengikat Cinta dalam Pernikahan Adat Bali

Syahdunya Mengikat Cinta dalam Pernikahan Adat Bali

Color:
Add To Board
syahdunya-mengikat-cinta-dalam-pernikahan-adat-bali-1

Photography: Indira Laksmi

Dalam bahasa Bali, pernikahan adalah pawiwahan. Berdasarkan Kitab Weda dan Hukum Hindu, menikah bertujuan untuk mendapatkan kebahagiaan jagaditha (di dunia) dan kebahagiaan moksa (abadi). Ini mengapa pernikahan adat Bali bercerita tentang ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita.

Ikatan pernikahan di masyarakat Bali tidak hanya secara agama tapi juga secara adat. Pasangan yang sudah menikah resmi secara adat Bali maka mereka memiliki tanggung jawab dan hak secara adat di tengah masyarakat. Mereka dianggap sempurna. Lantas bagaimanakah prosesi pernikahan adat Bali dan apa sajakah makna di dalamnya? Berikut Bridestory rangkumkan untuk Anda:

Syahdunya Mengikat Cinta dalam Pernikahan Adat Bali Image 1
Akreditasi foto: Indira Laksmi Bali

  1. Memilih hari baik berdasarkan kalender Hindu.
    Keluarga calon pengantin laki-laki nyedek atau memberitahukan niatnya untuk menikahi calon pengantin perempuan dengan mendatangi keluarganya. Lalu dipilihlah hari baik berdasarkan kalender Hindu. Pemilihan hari baik ini bertujuan tidak hanya agar upacara pernikahan adat bisa berjalan lancar tapi juga demi menciptakan kehidupan rumah tangga dengan penuh ikatan cinta hingga maut memisahkan.
  2. Ngekeb atau siraman.
    Setelah hari baik sudah ditentukan, prosesi selanjutnya adalah mempersiapkan calon pengantin perempuan melalui upacara ngekeb. Pada upacara ini, calon pengantin perempuan dimandikan dan dicuci rambutnya, mirip dengan ritual siraman. Tak hanya itu calon pengantin perempuan juga akan dilulur. Yang menarik adalah lulur yang diberikan merupakan lulur khusus dengan campuran daun merak, bunga kenanga, kunyit dan beras. Biasanya luluran dilakukan pada sore hari.
    Setelah seluruh tubuh calon pengantin perempuan dibalur lulur khusus tersebut, ia akan masuk ke kamar pengantin yang sudah dilengkapi dengan sesajen. Ia tidak diperbolehkan keluar kamar sampai calon pengantin laki-laki menjemputnya. Apa yang dilakukan selama di kamar pengantin? Calon pengantin perempuan diharapkan menyiapkan mentalnya sambil menyerahkan diri dalam doa kepada Ida Sang Hyang Widhi. Pada saat dijemput, calon pengantin perempuan akan ditutupi dengan kain tipis berwarna kuning dari kepala sampai kaki. Kain yang menutupi seluruh tubuh calon pengantin perempuan bermakna sebagai transformasi ia telah siap meninggalkan masa lalunya dan lembaran kehidupan baru.
  3. Menjemput calon pengantin perempuan.
    Maka tibalah waktunya calon pengantin laki-laki beserta keluarganya menjemput calon pengantin perempuan di kediamannya. Calon pengantin perempuan sudah memakai pakaian adat Bali dan seluruh tubuhnya diselimuti kain kuning.
  4. Mungkah Lawang.
    Perwakilan calon pengantin laki-laki mengetuk pintu kamar calon pengantin perempuan sambil melantunkan tembang-tembang Bali. Tembang-tembang ini tidak hanya berisi tentang kedatangan calon pengantin laki-laki tapi juga meminta kesediaan calon pengantin perempuan untuk membukakan pintu.
    Setelah pintu dibuka maka dijalanilah sembilan rangkaian adat mulai dari pejati dan suci alit, peras pengambean, caru ayam brumbun asaroh, bayekawonan, prayascita, pengulapan, segehan panca warna, segehan seliwah tanding, hingga segehan agung. Baru kemudian keluarga calon mempelai perempuan memberikan ijin untuk membawa calon pengantin perempuan, maka ia pun digendong lalu didudukkan di atas tandu. Dibawalah calon pengantin perempuan ke rumah calon pengantin laki-laki tanpa diikuti oleh keluarganya.
  5. Mesegeh Agung.
    Begitu sampai di pekarangan rumah, ibu mempelai laki-laki menyambut dengan membuka kain kuning yang menutupi tubuh mempelai perempuan. Setelah kain dibuka, maka ibu mempelai laki-laki memberikan uang kepeng satakan. Ini bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada mempelai perempuan dan secara resmi menyambutnya ke lembaran baru kehidupan rumah tangga.
  6. Medengen-dengenan.
    Tibalah giliran kedua mempelai dibersihkan melalui prosesi menyentuhkan kaki pada Kala Sepetan, jual beli antara mempelai laki-laki dengan perempuan, menusuk tikeh dadakan dan memutuskan benang yang direntangkan pada batang pohon dadap. Prosesi ini dipimpin oleh pemimpin agama seperti pendeta atau pemangku adat, sesuai dengan hukum adat yang berlaku di tempat tinggal mempelai laki-laki.
    Pada prosesi menusuk tikeh dadakan, ini adalah ritual yang dilakukan mempelai laki-laki sebagai simbol kekuatan lingga dan yoni. Sedangkan prosesi memutuskan benang memiliki makna bahwa kedua mempelai telah siap memasuki kehidupan baru sebagai suami-istri dan membangun keluarga bahagia.
  7. Upacara Mewidhi Widana.
    Prosesi ini bisa dibilang adalah penyempurnaan atas serangkaian ritual yang sudah lakukan sebelumnya. Kedua mempelai menuju pura merajan atau sanggah yang ada di pekarangan rumah untuk kemudian menyampaikan kepada para leluhur telah hadirnya keluarga baru. Selain menyampaikan kehadiran mempelai sebagai keluarga baru, juga meminta izin dan restu agar kehidupan rumah tangga yang dibangun bisa diliputi kebahagiaan serta menghadirkan keturunan yang baik. Prosesi ini berjalan hikmat karena dipimpin langsung oleh pendeta atau sulinggih dengan bunyi genta yang mengiringi.
  8. Upacara Mejauman atau Ma Pejati.
    Prosesi ini cukup unik karena ditandai dengan membawa tipat bantal, ada yang menyebutnya ngabe tipat bantal tapi ada juga yang menyebutnya meserah. Setelah resmi secara adat sebagai suami dan istri, kedua mempelai kemudian kembali ke keluarga perempuan didampingi seluruh keluarga besar dan tetangga keluarga laki-laki. Dibawa juga makanan tradisional, terutama tipat dan bantal yang merupakan simbol kekuatan lingga dan yoni. Melengkapi penganan ini adalah ketan kukus merah, ketan kukus putih, sumping, apem dan lain-lainnya.
    Prosesi ini bertujuan untuk melakukan upacara mepamit atau mohon ijin meninggalkan secara niskala kepada leluhur keluarga mempelai perempuan yang dilakukan di sanggah pekarangan rumah mempelai perempuan.
  9. Natab pawetonan.
    Setelah mempelai perempuan mepamit maka dilakukanlah prosesi natab pawetonan atau memberikan seserahan kepada keluarga mempelai perempuan. Seserahan diberikan di tempat tidur sebagai simbol "pengganti air susu ibu". Adapun barang-barang seserahan seringkali berupa barang berharga seperti perhiasan dan pakaian yang diberikan mempelai laki-laki kepada sang ibu mertua.
  10. Tadtaran.
    Prosesi ini adalah simbol doa dan harapan ibu kepada mempelai perempuan. Ibu memberikan bekal atau tadtadan kepada anak perempuannya berupa perhiasan dan pakaian ibadah. Tujuannya agar mempelai perempuan tetap mengingat semua cinta dan pengorbanan ibunya dalam membesarkan dia. Pakaian ibadah sendiri melambangkan harapan ibu agar anak perempuannya tetap tekun beribadah.

Vendors you may like

Instagram Bridestory

Follow @thebridestory on Instagram for more wedding inspirations

Visit Now
Visit Now